Kapan Boleh Menikah dalam Islam
Wahai para pemuda, barang siapa telah mampu, maka menikahlah. Sebab menikah itu menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan (H.R Bukhari Muslim)
Ketika seorang Wanita atau pria sudah menginjak umur untuk menikah pastilah jiwa jiwa mereka akan gelisah memikirkan siapa yang akan menjadi pasangannya kelak yang sesuai dengan kriteria umum dalam masyrakat ataupun dalam ketentuan islam. Tanda orang sudah akil baligh pada seorang perempuan yaitu menstruasi dan ikhtilam (mimpi basah) kedua pertanda ini hanya sekedar ciri bahwa organ organ reproduksi pada manusia mulai aktif secara fisik. Tentunya kesiapan secara fisik tidaklah cukup untuk berumah tangga melainkan harus ada kesiapan psikis (mental ) anak dan pendewasaan pengetahuan. Batas minimal usia seseorang boleh menikah sampai saat ini masih menjadi perdebatan di masyarakat karena tergantung adat istiadat masing- masing daerah.
Undang undang perkawinan No 16 Tahun 2019 yang terbaru setelah mengalami perubahan dari UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 yaitu memberi batasan umur minimal usia calon pengantin pria dan Wanita telah berumur 19 tahun pertimbangan batas usia tersebut ditetapkan karena anak dinilai telah matang jiwa raganya untuk melangsungkan pernikahan secara baik dan bertanggung jawab tanpa berakhir pada perceraian serta mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Islam menganjurkan kepada umatnya untuk menikah. Pernikahan antara laki laki dan perempuan menentukan syah dan halalnya hubungan menjadi suami istri, tanpa pernikahan islam melarang segala hubungan seksual laki-laki dan perempuan. Selain itu islam telah mengingatkan kepada kaum lelaki yang telah menikah agar tidak mudah menjatuhkan talak/cerai kepada istri. Sesuai sabda Rasullulah SAW bahwa” perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak. (HR Abu Dawud)
Tujuan pernikahan
Dalam AL Quran Surah An-Nur ayat 32 Allah SWT berfirman
- وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
- Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui
Dalam Al Quran surah tersebut berisi perintah untuk menikah menurut sebagian ulama berpendapat bersifat wajib bagi orang yang telah mampu melaksanakannya. Pandangan tersebut berdasarkan pada hadist nabi Muhammad SAW menyeru kepada para pemuda apabila telah mampu hendaknya segera menikah, membentuk keluarga Sakinah mawadah wa rahmah, menjaga kehormatan diri , terhindar dari fitnah.
Faktor – faktor yang harus dipersiapkan
Parameter menikah adalah jika diri kalian terdapat satu hal saja yakni BA’AH. Apa itu ba’ah dari para ulama mengatakan makna ba’ah adalah kemampuan biologis, kemampuan berjima’. Adapun makna tambahannya menurut Imam Asy-Syaukani adalahal mahru wan nafaqah, mahar dan nafkah, tempat tinggal dan yang lebih utama adalah komitmen. Komitmen untuk menjadikan pernikahan sebagai perbaikan diri terus menerus. Allah SWT menjamin pertolongan bagi insan manusia untuk membangun rumah tangga jaminan Allah itu terdapat dalam HR Tirmidzi,Nasa’I dan Ibnu Majah ialah pertama budak mukatab yang ingin melunasi hutangnya agar merdeka, ke dua orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya dari maksiat, ke tiga para mujahid yang berjuang di jalan Allah.
Ada 5 faktor persiapan ketika memutuskan untuk menikah yaitu :
- Persiapan Ruhiyah (Spiritual)
Meliputi kesiapan kita untuk mengubah sikap mental menjadi lebih bertanggung jawab, suka berbagi, menurunkan ego dan lapang dada. Ada penekanan untuk siap menggunakan tiga hal dalam hidup yang nyata yakni sabar dan syukur serta tunduk menerima segala ketentuan Allah yang mengatur hidup kita seutuhnya Ketika berumah tangga
- Persiapan Ilmiyah-Fikriyah ( Ilmu Intelektual )
Menata rumah tangga dengan pengetahuan,ilmu dan pemahaman. Ilmu ad-Diin ilmu tentang agama sebagai fondasi dasar menjadikan rumah tangga menjadi Sakinah, mawadah wa Rahmah, juga ilmu berkomunikasi yang makruf kepada pasangan dan ilmu untuk menjadi orang tua yang baik(parenting) bagaiman cara mendidik anak agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW , ilmu tentang penataan ekonomi bagaiman mengatur keuangan dalam rumah tangga serta ilmu -ilmu lain yang diperlukan dalam pernikahan
- Persiapan Jasadiyah ( Fisik )
Memperhatikan Kesehatan tubuh adalah salah satu modal untuk menikah karena tubuh yang sehat akan melahirkan anak- anak yang sehat untuk mempertahankan keturunan kita dan menjadikan anak anak di masa mendatang menjadi generasi kuat,islami dan bermental baja
- Persiapan Maadiyah (Material)
Dalam berumah tangga tentunya kebutuhan ekonomi material sandang pangan papan, rekreasi sangat diperlukan agar keberlangsungan pernikahan tetap stabil, aman dan nyaman. Bagaimana kehidupan berumah tangga akan harmonis jika tidak terpenuhinya kebutuhan primer sebagai manusia tentu tidak bukan?
- Persiapan Ijtima’yyah ( Sosial )
Bermasyarakat adalah hal yang tidak bisa dihindari sebagai makhluk sosial di tengah tengah masyarakat untuk hidup berdampingan selama kita berinteraksi dengan tetangga sekitar dan bersosialisasi
Demikian beberapa hal mengenai persiapan pernikahan dan sebagai cara untuk mengukur diri sudah siapkah untuk melaksanakan pernikahan dengan maksud agar ketika sudah siap melakukan pernikahan tidak asal asalan tapi penuh dengan tanggung jawab, perencanaan dan persiapan agar tidak hancur berantakan. Di bawah bayangan cinta dan kasih sayang yang merupakan dasar dalam pernikahan islami dapat mewujudkan dua tujuan utamanya yaitu stabilitas ketenangan mental dan jiwa serta materi. Pernikahan bukan beban atau ikatan bagi laki-laki atau Wanita. Pernikahan juga bukan waktu sesaat untuk memuaskan kebutuhan seksual yang bisa dilangsungkan kapan saja setelah saling mengenal untuk kemudian berpisah seperti binatang. Pernikahan adalah hidup dalam jalinan hubungan yang benar. Oleh sebab itu pernikahan pantas disucikan, dipelihara dan dirawat bahkan sekalipun sudah sampai pada tahap jika hubungan mustahil dipertahankan.
Referensi :
Abdul-Ghani.,Abud 1979,Keluargaku surgaku, Jakarta: Penerbit Hikmah, S.A.Fillah.2013.,Bahagia merayakan cinta,Yogyakarta,Penerbit Pro U Media
Kontributor :
Tri Sundari (Pustakawan UAD Kampus 2)