Belajar Dari Tin dan Zaitun
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tin: 1-4)
Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang berperan penting dalam kehidupan di muka bumi. Manusia diciptakan atas kehendak Sang khaliq untuk menjadi khalifah, yaitu sebagai wakil atau pemimpin di bumi. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 Allah SWT berfirman:
“ Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?”
Tentu saja tugas sebagai khalifah merupakan amanah suci dari Allah SWT yang diberikan sejak manusia pertama hingga manusia yang akan datang. Namun perlu diingat, tugas ini bukan perkara yang ringan sehingga manusia harus dibekali kemampuan mengelola alam semesta sesuai dengan amanah yang diembannya. Allah SWT telah membekali manusia dengan penciptaan yang sempurna dengan bentuk yang sebaik-baiknya, seperti yang tertera didalam Al Qur’an:
“Sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (At-Tin : 4).
Firman Allah dalam ayat tersebut merupakan jawaban dari sumpah dari ayat-ayat sebelumnya. Pertama, Allah SWT mengatakan bahwa telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah dan paling sempurna. Yang dimaksud dengan ciptakan Allah yang paling Indah itu adalah bentuk tubuh manusia yang paling sempurna di muka bumi ini. Karena keseimbangan bentuk dan parasnya yang sangat elok menawan. Kedua, ajakan untuk berpikir. Ketika dikatakan manusia ciptaan yang sempurna bukan berarti ciptaan yang lain tidak sempurna. Tentu, Allah SWT ketika menciptakan makhlukNya yang lain dengan sangat sempurna.
Sisi lain dari kesempurnaan Allah SWT menciptakan manusia, yakni berbeda dengan malaikat dan binatang. Malaikat ketika diciptakan oleh Allah dibekali akal tanpa dibekali nafsu. Sementara binatang dibekali nafsu tanpa dibekali akal. Maka, manusia oleh Allah SWT telah dibekali keduanya yaitu akal dan nafsu. Kedua fungsi yang sangat penting dalam penciptaan manusia yang berpengaruh terhadap baik dan buruknya tingkah lakunya. Dengan akal dan nafsu, manusia diharapkan mampu membedakan antara yang baik dan buruk, juga dapat membedakan mana yang bermanfaat dan mencelakai dirinya. Manusia bisa menjadi mulia dengan akal dan nafsunya. Namun, manusia juga bisa terhina karena akal dan nafsunya.
Oleh karenanya, kesempurnaan bukan hanya dilihat dari sisi fisik saja, namun juga hatinya. Allah SWT mengecam orang-orang yang bentuk fisiknya baik, namun jiwa dan akalnya kosong dari nilai-nilai agama. Dalam surah Al-Munafiqun ayat 4 Allah berfirman:
“Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, engkau mendengarkan tutur-katanya. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar”. Ibarat kayu yang tersandar itu adalah sindiran bagi orang-orang yang dalam kehidupan di dunia tidak ada faedah dan manfaatnya sedikitpun, jangankan terhadap orang lain terhadap dirinya sendiripun mereka terhinakan.
Sumpah Allah SWT dengan buah Tin dan Zaitun seperti yang termaktub di ayat pertama surat At-Tin ingin memberikan hikmah dan pelajaran kepada hambaNya, bahwa manusia yang diciptakan oleh Allah yang memiliki tubuh yang indah lengkap dengan fungsi-fungsinya, raga yang kuat, otak yang dapat berpikir secara tajam dan brilian bukan dipergunakan untuk hal yang sia-sia, namun manusia dengan kesempurnaan jiwa dan raganya diharapkan mampu memberikan manfaat lebih kepada alam semesta seperti halnya buah Tin dan Zaitun.
Wallahu a’lam bishawab
Kontributor : Subagio (Pustakawan UAD kampus 3)