Fenomena Spiritual di Era Modern

Revolusi Industri 4.0 memberikan pengaruh ke berbagai aspek kehidupan manusia. Aspek pendidikan, pekerjaan, sosial, perekonomian, hiburan, kesehatan hingga aspek informasi juga terkena dampaknya. Di era digital informasi sangat mudah diakses. Komunikasi antar benua-pun menjadi sesuatu yang mungkin. Mengunjungi beberapa negara dalam satu waktu-pun bukan sebuah masalah bahkan belanja tanpa harus pergi keluar rumah-pun menjadi hal yang masuk akal. Deretan contoh diatas merupakan dampak positif dari kemajuan zaman yang disponsori oleh kemajuan teknologi. Laju informasi yang begitu kencangnya menumbuhsuburkan platform media sosial yang memiliki implikasi bak pisau bermata dua. Kecanggihan teknologi dapat digunakan sebagai sarana untuk melepas penat setelah seharian bekerja bahkan dapat digunakan untuk  menjangkau komunikasi jarak jauh.

Realitanya, masyarakat modern telah kecanduan dengan kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi dan terjebak dalam kenyamanan. Habit ini menjadi semakin erat manakala kemajuan teknologi menyajikan figur-figur sempurna yang terdapat dalam konten sosial media. Perkembangan sosial media sangat pesat dan beragam jenisnya. Eksistensi media sosial dapat bertahan lama manakala mampu mewakili kebutuhan pasar. Selain itu, media sosial yang mudah digunakan juga mempengaruhi animo para penggunanya. Media sosial dengan pengguna terbanyak antara lain facebook, instagram, dan twitter (Triananda et al., 2021). Sedangkan fenomena penggunaan youtube di Indonesia selama masa pandemi  meningkat pesat terhitung hingga Januari 2022 ada 127 juta pengguna. Indonesia menjadi pengguna terbesar ketiga di dunia (DataIndonesia, 2022).

Lebih dalam lagi, dari tontonan yang hadir di media sosial tidak sedikit dari mereka yang terobsesi untuk menjadi se-sempurna figur idolanya, sehingga tidak mengherankan segala cara akan ditempuhnya. Secara umum manusia membutuhkan validasi mengenai kehebatan dan keunggulan yang dimiliki dari lingkungannya. Sebagian dari mereka ingin menjadi trend centre. Secara tidak sadar, situasi ini menyebabkan manusia sedang di bawah tekanan hawa nafsunya. Terlalu memaksakan diri akan berujung depresi, cepat merasa gundah gulana bahkan mudah merasa tak berharga. Ujung dari permasalahan ini adalah timbulnya penyakit fisik maupun mental yang menyebabkan hari-hari mereka tidak produktif. Bagi sebagian orang, situasi semakin parah  terjadi pada  saat pandemi awal tahun 2020. Manusia modern dituntut adaptasi dengan situasi baru yang serba terbatas dan serba online.

DataReportal memaparkan hasil penelitiannya jumlah pengguna media sosial Indonesia pada Januari 2022 sebanyak 191,4 juta, terjadinya peningkatan 12,6% dari tahun 2021(Liberty & Prastya, 2022). Media sosial digadang-gadang sebagai sarana melepas penat. Konten tentang pemulihan jiwa dan pengembangan spiritual menjadi incaran yang dapat digunakan sebagai sarana edukasi. Banyak konten yang sebenarnya sudah lama tersedia di sosial media namun baru dapat secara leluasa diketahui dikarenakan saat pandemi tersedia banyak waktu luang untuk mengeksplornya. Ketika manusia berada dalam situasi ketidakpastian dan pertentangan batin menyebabkan timbulnya ruang kosong di sanubari manusia. Ada dalam kondisi dimana membutuhkan kekuatan untuk keluar dari zona tersebut, bangkit dari keterpurukan, healing dari segala trauma yang mendera, menepi dari hiruk pikuk drama kehidupan, serta menggali potensi yang dimiliki.

Ada berbagai pendapat ketika membahas alasan dasar manusia memutuskan untuk ber-Tuhan ataupun memilih sebuah agama. Sebagai mahluk religius manusia berusaha mencari tujuan hidup dan hakikat dirinya dalam kehidupan religiusitasnya (Brahman, 2021). Pendapat tersebut didasarkan kepada pada konsep teologi maupun berdasarkan pengalaman keseharian. Agama adalah ketentuan yang dibuat oleh Tuhan untuk mengatur seluruh kehidupan manusia, alam semesta dan makhluk ciptaanNya  melalui wahyu yang disampaikan kepada para utusan-Nya. Beberapa ciri-ciri agama antara lain percaya kepada yang kudus, melakukan upacara, pemujaan dan penyembahan yang memberikan sebuah sikap hidup seseorang dalam kesehariannya(Amallia, 2019). Adapun aspek beragama meliputi motivasi untuk memeluk agama, kecenderungan untuk menjalankan ajaran agama dan terdapatnya tujuan hidup berdasarkan syariat agama(Nida, 2019).

Pendapat lain mengenai agama dikemukakan oleh Freud yang menyebutkan bahwa perilaku orang beragama mirip dengan perilaku pasien neurotisnya yang akan merasa bersalah ketika meninggalkan ritual-ritual dengan sempurna(Pals, 2012). Dalam konteks ini, beragama sebatas rutinitas harian, sekaligus diambil dari sudut pandang psikologis. Selain itu, Marx juga mengungkapkan hal yang bertolak belakang dari pengertian sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa agama adalah sebuah ilusi tentang dunia supranatural yang dihadirkan oleh masyarakat yang teraleniasi untuk menghibur diri dari rasa kesedihan akibat penindasan maupun eksploitasi (Pals, 2012). Agama hadir sebagai pelarian semu bagi para kaum proletar yang tidak punya daya dan kekuatan. Pendek kata, agama merupakan jalan menuju kebahagiaan bagi manusia yang diberikan oleh Tuhan.

Banyak postingan yang berada di media sosial menawarkan konten yang menyuguhkan spiritualisme dengan  memadukan rasionalisme Barat dengan mistik spiritual Timur mengenai kehidupan, alam semesta, manusia dan hubungan ketiganya dengan semboyan kesehatan, kebahagiaan, manfaat positif, perubahan, dalam bentuk  pelatihan, penyembuhan, dan pengembangan diri. Tidak sedikit dari mereka yang awalnya hanya berniat coba-coba untuk mengisi waku luang menjadi serius tertarik dan mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari. Sedangkan kesejahteraan spiritual sebagai wujud yang terpancar dari perasaan positif, perilaku, pengetahaun dan pemahaman seseorang dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, hal-hal yang transenden dan alam. Peningkatan spiritual juga dapat dilatarbelakangi oleh rasa frustasi dalam menyikapi kehidupan. Rasa frustasi akan muncul ketika tidak terdapatnya manajemen dalam sebuah kehidupan yang berdampak kuat terhadap kestabilan jiwa (Naan, 2018).

 

Referensi:

Amallia, S. (2019). Hakekat Agama Dalam Perspektif Filsafat Perenial. Indonesian Journal of Islamic Theology and Philosophy, 1(1), Article 1. https://doi.org/10.24042/ijitp.v1i1.3903

Brahman, I. M. A. (2021). Pengetahuan Kriyā Yoga Sebagai Upaya Peningkatan Kesadaran Rohani. Jurnal Yoga dan Kesehatan, 4(1), Article 1. https://doi.org/10.25078/jyk.v4i1.227

DataIndonesia, D. (2022). Pengguna Youtube Indonesia Terbesar Ketiga di Dunia pada 2022. Dataindonesia.id. https://dataindonesia.id/digital/detail/pengguna-youtube-indonesia-terbesar-ketiga-di-dunia-pada-2022

Liberty, J., & Prastya, D. (2022). Jumlah Pengguna Media Sosial Indonesia Capai 191,4 Juta per 2022. suara.com. https://www.suara.com/tekno/2022/02/23/191809/jumlah-pengguna-media-sosial-indonesia-capai-1914-juta-per-2022

Naan. (2018). Motivasi Beragama dalam Mengatasi Frustasi. Syifa al-Qulub, 3(1), Article 1. https://doi.org/10.15575/saq.v3i1.3138

Nida, F. L. K. (2019). Membangun Motivasi Beragama melalui Penguatan Makna Hidup Bagi Perempuan Pekerja Seks Komersial di Kompleks Lokalisasi Lorong Indah Kabupaten Pati Jawa Tengah. Nuansa : Jurnal Studi Islam dan Kemasyarakatan, 12(1), Article 1. https://doi.org/10.29300/nuansa.v12i1.2112

Pals, D. L. (2012). Seven Theories of Religion (terjemahan) (Cetakan 2). IRCiSoD.

Triananda, S. F., Dewi, D. A., & Furnamasari, Y. F. (2021). Peranan Media Sosial Terhadap Gaya Hidup Remaja. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), Article 3.

Kontributor:

Ana Pujiastuti (Pustakawan UAD Kampus 4)