Hakikat Taqwa

Dalam pergaulan sehari-hari, kata-kata takwa sudah menjadi perbendaharaan umum masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerjemahkan istilah takwa adalah kesalehan hidup. Bentuk tidak baku takwa adalah taqwa, artinya keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.(DEPDIKNAS, 2008). Definisi taqwa yang paling populer adalah “memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.” Atau lebih ringkas lagi “ mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya (imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahih)

Lebih lanjut Thabbarah mengatakan bahwa makna asal dari taqwa adalah pemeliharaan diri. Diri tidak perlu pemeliharaan kecuali terhadap apa yang dia takuti. Yang paling dia takuti adalah Allah SWT. Rasa takut memerlukan ilmu terhadap yang ditakuti. Oleh sebab itu yang berilmu tentang Allah akan takut kepadaNya, yang takut kepada Allah akan bertaqwa kepadaNya. Muttaqin adalah orang-orang yang memeilhara diri mereka dari azab dan kemarahan Allah di dunia dan akhirat dengan cara berhenti di garis batas yang telah ditentukan, melakukan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-larangaNya.(Ilyas, 1999)

Di dalam Al-Qur’an Allah SWT menjelaskan tentang hakekat taqwa, perhatikan ayat-yat berikut ini:

 “ Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:177)

Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 tersebut, dapat didefinisikan, bahwa kata-kata kebajikan (al-birru) yakni terdiri dari  Iman (beriman kepada Allah, Hari Akhir, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab dan Nabi-Nabi).  Kemudian  Islam (mendirikan sholat dan menunaikan zakat) dan Ihsan (mendermakan harta yang dicintainya, menepati janji dan sabar). Dengan demikian, hakekat taqwa itu adalah hubungan yang saling terpaut antara iman, islam dan ihsan. Di akhir ayat  tersebut Allah SWT menyebutkan  “mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. Dalam ayat tersebut dapat dipahami bahwa taqwa seseorang itu dicirikan dengan Iman, Islam dan ihsan sekaligus atau dengan pengertian yang lain orang yang bertaqwa adalah orang yang dalam waktu bersamaan menjadi Mukminin, Muslimin dan Muhsin.

Perintah bertaqwa secara benar

Orang yang beriman kepada Allah SWT dituntut untuk selalu bertaqwa kepadaNya. Perintah bertaqwa ini dimaksudkan agar manusia dapat mencapai kebaikan hidup di dunia dan selanjutnya, di akherat kelak mereka akan mendapatkan kebahagian hidup yang abadi. Untuk itu, Allah telah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman agar bertaqwa dengan sungguh-sungguh, yaitu dengan mengerahkan segala daya upaya untuk yang dimiliki. Dalam surat Ali-Imran ayat 102 Allah SWT FirmanNya

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali-Imran: 102).

Dalam ayat ini juga telah dijelaskan oleh Allah SWT cara bertaqwa secara maksimal yaitu taqwa yang berkualitas dengan melakukan  islamisasi seluruh aspek dan ruang lingkup kehidupan (islamiyah-hayah), karena bagaimana mungkin seseorang dapat mati sebagai Muslim kalau dia tidak selalu menjadi Muslim sepanjang hidupnya. Kualitas ketaqwaan seseorang menentukan tingkat kemuliaannya disisi Allah SWT. Semakin berkualitas  taqwanya semakin mulia dia. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. ”(QS.Al-Hujurat:13).

Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang bertaqwa secara sungguh-sungguh. Seseorang yang bertaqwa kepada Allah SWT akan dapat memetik buahnya, baik di dunia maupun di akhirat. Buah itu antara lain:

  1. Mendapatkan sikap Furqan,  yaitu kemampuan membedakan antara yang haq dan bathil. Sifat furqon yang Allah SWT berikan ini akan menolong orang yang bertaqwa terhindar dari perbuatan-perbuatan dosa mereka juga akan mampu membedakan benar dan salah, halal dan haram, serta terpuji dan tercela.

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu”. (QS. Al-Anfal:29)

  1. Mendapatkan limpahan berkah dari langit dan bumi, yaitu diluaskan dan dimudahkannya berbagai kebaikan di seluruh penjuru negeri

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A;raf: 96)

  1. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan, yakni Allah SWT akan memberikan kelapangan dan jalan keluar atas segala permasalahan hidup yang mereka hadapi, menjauhkan dari kesulitan dan kesempitan. Di saat beban hidup semakin berat, pikiran terasa semakin penat, hujan kesedihan semakin terikat kuat bagi orang yang istiqomah melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-laranganNya, Allah pasti memberikan jalan keluar dan mencukupkan keperluannya.

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,” (At-Thalaq: 2)

  1. Menerima penghapusan dan pengampunan dosa serta mendapatkan pahala yang besar, yakni nikmat akherat yang akan diperoleh bagi orang-orang yang bertaqwa. Semua manusia pastilah akan melewati timbangan mizan yang akan mengukur seberapa berat antara kesalahan (dosa) dan pahala. Saat seseorang ditimbang dan dosanya lebih banyak dari pahalanya, maka Allah SWT akan memasukkannya kedalam neraka, namun sebaliknya, ketika seseorang ditimbang dan pahalanya lebih banyak dari dosanya. Maka, dia akan dimasukkan ke dalam surga.

Tentu kita semua berharap untuk masuk surga, syaratnya yaitu timbangan pahalanya harus lebih berat dari dosanya, bagi orang-orang yang bertaqwa, Allah SWT telah menjanjikan untuk menghapus dosa dan sekaligus melipatgandakan pahala.

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu.” (QS.Al-Anfal:29)

Tiga hal yang pertama akan dirasakannya di dunia dan yang terakhir diperoleh di akhirat. Semuanya merupakan wujud dari hasanah fi addunnya dan hasanah fi al-akhirah yang menjadi dambaan setiap insan mukmin

Wallahu a’lam

Referensi:

DEPDIKNAS. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ilyas, Y. (1999). Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPSI-UAD.

 

Kontributor: Subagio (Pustakawan Kampus 3)