Seni Pengendalian Diri Melalui Sikap Tawadhu’

Pada postingan sebelumnya, telah dibahas mengenai NPD. Penderita NPD tidak merasa bahwa perilakunya dalam keseharian telah menyakiti orang lain. Sikap arogan, sombong, jumawa, selalu ingin terlihat menawan, merendahkan orang lain, dan sederet sifat negatif lainnya memberikan dampak kepada lingkungannya menjadi tidak nyaman. Disadari atau tidak penderita NPD akan menjadi public enemy dimanapun. Jika masih ada yang berteman dengan NPD umumnya dikarenakan oleh profesional maupun kepentingan tertentu. Jika tidak mempertimbangkan karena kedua aspek tersebut, berteman dengan NPD hanya menguras energi dan membuat batin lelah.

Manusia itu unik, satu dengan yang lainnya memiliki karakter yang berbeda dan beragam. Wajar, perbedaan cara didik, lingkungan, pergaulan, dan tradisi di lingkungannya mendorong terjadinya keunikan tersebut. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam QS. Al-Hujurat: 13 sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

 

Dari ayat di atas, kita dapat memahami bahwa Allah SWT memberikan keberagaman yang ada pada diri manusia untuk saling mengenal. Manusia di hadapan Allah SWT memiliki status yang sama, yang membedakan hanyalah taqwa-nya. Ayat ini juga mempertegas bahwa tidak ada yang lebih unggul suatu kaum dibanding kaum yang lain, kecuali ketaqwaan kaum tersebut. Jika ditarik ke ranah interaksi antar manusia, seharusnya tidak ada lagi yang merasa jumawa, merasa halal untuk menyombongkan diri, senang merendahkan, terbiasa menghina orang lain, bahkan merasa paling sempurna. Hidup akan damai jika kita sesama manusia mampu menghindarkan diri dari karakter NPD. Pegendalian diri diperlukan supaya suasana lingkungan sekitarnya tenang dan menyenangkan.

Kemampuan manusia untuk mengendalikan diri merupakan sebuah seni yang dapat dilatih. Satu diantaranya melalui pintu tawadhu’. Tawadhu’ ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan takabur (sombong), ataupun sum’ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita. Tawadhu’ merupakan salah satu bagian dari akhlak terpuji. Tawadhu adalah sikap rendah hati dan rendah diri yang tercermin dalam perilaku dan tindakan sehari-hari. Ini bukanlah sekadar sikap fisik atau penampilan, tetapi lebih kepada sikap batiniah yang mengakui bahwa segala sesuatu yang dimiliki, baik itu kecerdasan, kekayaan, atau keistimewaan lainnya, adalah anugerah dari Allah SWT.

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan” (QS. Al-Furqon: 63)

 

وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS. Al-Isra: 24).

 

Seni pengendalian diri melalui tawadhu’  dapat dilatih oleh setiap manusia, kuncinya hanya satu yakni kemauan. Kemauan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, manusia yang memanusiakan manusia, jiwa yang meneduhkan, dan hamba Allah SWT yang mendapatkan keberkahan di sepanjang hidupnya. Berikut ciri-ciri tawadhu’ diantanya sebagai berikut:

  • Tidak sombong. Orang yang memiliki karakter tawadhu’ akan menjadikan yang bersangkutan enggan untuk  sombong atau merasa lebih tinggi dari orang lain. Mereka sadar bahwa kekayaan, kehebatan, jabatan, dan kelebihan hidup yang dimiliki hanyalah titipan dari Allah SWT. Jangankan untuk sombong, ia justru memiliki ketakutan jika ia oversharing atas kesuksesan yang dimiliki. Tidak sedikit dari orang yang memiliki karakter ini, ia sangat berhati-hati untuk menjaga perasaan orang lain.
  • Sederhana. Sederhana dalam hal ini adalah keinginan untuk tidak berlebihan. Keberhasilan yang ia raih tentu membawa kebahagiaan mendalam baginya, hanya saja karakter ini tidak ingin secara berlebihan dalam berbagi informasi ke orang lain. Di zaman sosial media yang mewadahi orang untuk share apapun pencapaian, karakter ini sangat pandai menjaga perasaan orang lain supaya keadaan sekitarnya tenang dan nyaman.
  • Mudah bergaul. Karakter ini cenderung memiliki banyak disukai orang, hal ini dikarenakan ia tidak ingin bersaing dengan orang lain. Ia memiliki value diri tanpa menjatuhkan value orang lain. Selama bergaul, karakter ini tidak membeda-bedakan orang dan berusaha menikmati setiap pertemuan dengan orang. Ia pandai mengambil sisi positif dari setiap orang bahkan kejadian yang sedang ia hadapi.
  • Optimis. Orang dengan kepribadian ini selalu optimis memandang hidup dan meminimalisir drama. Ia selalu yakin bahwa apa yang terjadi dalam hidupnya sudah pasti terbaik untuknya karena sudah menjadi bagian dari skenario terbaikNya. Seperti halnya quotes dari Umar bin Khattab

“Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku”

 

Jika kita ingin hidup di dunia ini dengan tenang dan nyaman, kuncinya ada dalam pengendalian diri. Tidak sedikit di zaman ini, manusia mengalami gangguan NPD yang jika tidak segera diurai dan dicarikan solusinya maka akan berdampak terhadap kenyamanan dan ketenangan dalam interaksi sosial. Seni mengendalikan diri melalui ilmu tawadhu’ dapat diterapkan supaya kita mampu membetengi dari hal-hal buruk yang menyebabkan huru-hara. Ilmu tawadhu’ dapat diasah dan dipelajari bagi yang mau dan mampu. Jika manusia di muka bumi ini mampu memahami dirinya sendiri, mampu mengontrol tindak tanduk, dan dapat mengukur sejauh mana sikapnya bersinggungan dengan orang lain, maka keharmonisan antar sesama mudah tercipta.

 

Referensi:

[1] https://perpustakaan.uad.ac.id/6529-2/

[2] https://tafsirweb.com/9783-surat-al-hujurat-ayat-13.html

[3] https://an-nur.ac.id/tawadhu-pengertian-dalil-contoh-dan-hikmah/

[4] https://tafsirweb.com/6319-surat-al-furqan-ayat-63.html

[5] https://tafsirweb.com/4628-surat-al-isra-ayat-24.html

[6] https://fai.uma.ac.id/2024/01/02/pengertian-ciri-ciri-dan-tingkatan-tawadhu/

[7] https://www.orami.co.id/magazine/umar-bin-khattab-quotes

 

Kontributor:
Ana Pujiastuti, M. A. (Pustakawan Kampus 4 UAD)