Sosok Pendiam itu Telah Pergi

Tidak banyak yang saya ketahui dari sosok teman sejawat kali ini, beliau staff perpustakaan kampus 4. Namun yang paling menonjol darinya tentang kepribadian hidup  seorang yang lebih banyak menahan ucapan, pendiam.

Ya…..begitulah bu Yusti.

Teman, sahabat yang kami semua memahami dibalik sikap diamnya ternyata terkandung pribadi yang tegar,  sikap seorang yang terbiasa mumpuni dalam segala hal.

Ya…..begitulah bu Yusti

Tidak salah dengan diammu karena setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi dunianya.

Ketegaran bu Yusti bagaikan sebuah oase di tengah beratnya menjalani hidup berdampingan dengan penyakitnya. Namun ketegaran itu pula yang membawa raut wajahnya selalu tersenyum saat berjumpa dengan karib sahabatnya.

Masih ingat, menjelang hari raya ‘idul fitri 1446 H. Saat kami berkumpul dalam suatu acara, senyum beliau masih menghiasi wajahnya yang nampak pucat karena harus menahan rasa sakit.

Maafkan kami bu Yusti, ternyata dibalik senyum ramahmu, dirimu sedang berjuang untuk tetap mampu terlihat baik-baik saja. Padahal dirimu tak kuasa menahan sakit. Serasa badanmu tidak lagi memiliki penopang.

Kamipun tidak mengira secepat ini dirimu meninggalkan kami, bak petir disiang hari. Berita kematianmu membuat kami menangis.

Kullu nafsin dzaiqotul maut, summa ilainaa turja’un.

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Kemudian, hanya kepada Kami kamu dikembalikan

Tepat saat Cahaya matahari perlahan memudar, mewarnai langit dengan nuansa kehangatan.

Tepat pukul 17.50 tanggal 10 April 2025, dibulan Syawwal Allah memanggilmu pulang. Allah merengkuhmu untuk melupakan penyakit dalam dirimu untuk kemudian berganti kenikmatan di sisiNya.

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.

Sugeng tindak bu Yusti, surga menantimu, entah kapan kami berjumpa lagi dengan dirimu kawan, namun suatu saat kamipun pasti menyusulmu.

Allahummaghfirlaha warhamha wa afiha wa’fuanha

Kontributor: Subagio