Lesehan Ilmu Antar Tradisi dan Edukasi

Orang Jawa sangat erat memegang tradisi leluhur mereka. Meskipun jaman serba modern namun budaya hidup masih dipegang erat. Hal ini menandakan kuatnya tabiat orang Jawa memegang tradisi dan budaya warisan leluhurnya. Banyak tradisi Jawa  yang berasal dari leluhur mereka, sampai sekarang masih lestari. Tradisi merupakan pengejawantahan dari simbol-simbol peristiwa penting masa lalu yang diwujudkan dalam suatu acara yang merupakan pertanda syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Masyarakat Jawa memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan masyarakat lainnya seperti masyarakat Sunda, masyarakat Madura, masyarakat Batak, Masyarakat Bugis dan lain sebagainya. Diantara sifat dan kebiasaaan orang Jawa yang berbeda dengan masyarakat lainnya, mereka hidup dan tumbuh berkembang dari zaman leluhur sampai saat sekarang dan turun temurun terikat dalam sistem adat istiadat

Suyanto (1990) dalam bukunya yang berjudul Pandangan Hidup Jawa menerangkan, bahwa karakteristik budaya Jawa adalah religious, non-doktriner, toleran, akomodatif, dan optimistik. Karakteristik budaya Jawa ini melahirkan sifat kecenderungan yang khas bagi masyarakat Jawa seperti: percaya pada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sangkan Paraning Dumadi dengan segala sifat dan kebesaran-Nya, bercorak idealistis (percaya kepada sesuatu yang bersifat immaterial-bukan kebendaan dan hal-hal yang bersifat adikodrati-supernatural serta cenderung ke arah mistik, lebih mengutamakan hakikat daripada segi-segi formal dan ritual, mengutamakan cinta kasih sebagai landasan pokok hubungan antar manusia, percaya kepada takdir dan cenderung bersikap pasrah, bersifat konvergen dan universal, non-sektarian, cenderung pada simbolisme, cenderung pada gotong royong, rukun, damai, dan kurang kompetitif karena kurang mengutamakan materi.

Sifat halus yang dimiliki masyarakat Jawa kemudian tercermin dalam perilaku dan sikap feodalistik yang andap asor. Bersikap merendahkan diri baik dalam bertutur kata, maupun saat berhubungan antar mereka, baik saat berinteraksi ditengah-tengah masyarakat, di tempat kerja maupun di acara-acara formal dengan mempertimbangkan usia dan status sosial sebagai bentuk penghormatan.

Suku Jawa telah pula mengembangkan sistem untuk menanggapi lingkungannya yang bersifat andap asor dalam tradisi, misalnya dalam hal kebiasaan makan. Bagi orang Jawa khususnya masyarakat Yogyakarta, makan tidak saja untuk memenuhi kebutuhan jasmani namun dipandang juga sebagai sebuah upacara. Karena kegiatan makan itu dilakukan berdasarkan aturan-aturan yang selalu terulang tanpa mengenal batas waktu dan tempat. Makan atau tradisi makan sebagai sesuatu yang diagungkan, dihormati dan sesuatu yang memiliki nilai tersendiri dalam tata krama kehidupan, sehingga makan juga merupakan etika hidup dengan norma-norma yang selalu dipatuhi.

Diantara sekian ragam tradisi makan orang Jawa, lesehan menjadi kebiasaan makan orang Jawa yang telah dikenal luas oleh masyarakat bahkan mancanegara. Lesehan adalah suatu budaya dalam hal memperjualbelikan makanan atau sesuatu barang sembari duduk di tikar atau lantai. Makanan atau barang yang diperjualbelikan turut digelar pada saat lesehan sehingga pengunjung bisa melihat, memilih bahkan makan dengan santai sambil lesehan.

Saat ini istilah lesehan berkembang luas tidak saja khusus berkaitan dengan tradisi makan, namun berubah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat dalam mengisi waktu dan aktivitasnya baik saat belajar di kampus, sarasehan, workshop, brainstorming maupun acara lainnya baik formal maupun informal. Banyak tempat-tempat kongkow, workplace, cafe, kantor, lembaga pendidikan, perpustakaan yang menyediakan tempat khusus untuk lesehan. Contohnya jika pembaca berkunjung ke Perpustakaan Ahmad Dahlan Yogyakarta akan menjumpai tempat favorit yang sering digunakan mahasiswa yakni spot lesehan. Ternyata kini lesehan bukan hanya istilah untuk tradisi makan, namun bisa juga sebagai sarana edukasi yang berubah fungsi menjadi lesehan ilmu.

Kontributor : Subagio (Pustakawan Kampus 3)