Pengajian Syawalan 1442 H

8 Syawal 1442 H/ 20 Mei 2021 M

Oleh   Bpk.   Prof. Dr.  Haedar Nashir. M.Si

 

Keprihatinan dimasa covid yang  harus menumbuhkan rasa syukur dan sabar dengan selalu mengedepankan ikhtiar sebagaimana kita diajarkan oleh  Islam, dituntunkan oleh Nabi Muhammad S.A.W . Bahkan juga  diingatkan Allah, bahwa musibah itu ketika sudah terjadi akhirnya akan menguji keimanan kita. Bahwa Musibah itu merupakan peristiwa yang  tidak lepas dari izin dan kuasa Allah.dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, dia akan ditunjukkan hidayah dalam hatinya. Bahkan di adalah  ayat lain disebutkan Musibah itu merupakan ujian untuk meningkatkan kualitas  kita dalam 2 hal  :

  • Yang pertama Menguji siapa kita yang semakin bersungguh-sungguh dalam  kehidupan ini  termasuk bersungguh- sungguh mengatasi musibah itu sendiri.
  • Dan Barangsiapa yang bersabar dengan  kualitas kesabaran yang tinggi.

Dalam jangkar keimanan kita yang tetap harus istiqomah bahkan harus semakin berkualitas. Kita tetap kedepankan kesabaran, kesungguhan, tasyakur sekaligus  juga menyertai ikhtiar kita agar pandemic ini bisa teratasi. Selebihnya kita serahkan kepada Allah. Ikhtiar yang dilakukan  oleh Muhammadiyah secara organisasi baik dalam aspek kesehatan,  maupun dalam   dimensi keagamaan  yang dituntun tarjih semua tidak lain dalam usaha kita untuk mengatasi masalah ini, sehingga kita tidak perlu ketakutan dan paranoid.

Muhammadiyah sudah  mengeluarkan dana 400 Miliard, termasuk untuk 84  rumah sakit yang tidak pernah diam 24 jam , para dokter dan nakes yang begitu rupa. Jika kita menghadapi musibah ini tidah lahir dari  spirit keimanan kita, Keislaman kita dengan kesungguhan sekaligus ikhtiar yang diajarkan oleh Allah S.W.T.  Tentu dalam usaha recoveri  dalam bidang pendidikan.yang dilakukan semua pihak terkait tetap dalam sumbu dan koridor keagamaan.Kita modifikasi, kita lakukan ikhtiar-ikhtiar yang rasional tetapi semuanya  tetap komprehensif dalam langkah  kita yang sama.

Idul Fitri adalah hari raya berbuka puasa , dimana ketika 1 syawal  kita harus merayakan puasa yang kita tunaikan  selama 1 bulan, dengan cara kita berbuka. dan  Haram hukumnya kita berpuasa pada hari itu. Rukun ibadah seperti initentu punya makna mendalam   agar kita punya waktu untuk refleksi diri  bagaimana kita mengambil nilai hakikat dan makrifat dari ibadah  puasa dan seluruh ibadah lainnya di  bulan Ramadhan  agar tidak berhenti pada dimensi-dimensi rukun syariat semata. Apakah syiar  dan seluruh rangkaian syariat rukun itu telah melahirkan perubahan yang fundamental dan signifikan pada setiap tahun, untuk mengubah diri kita menjadi orang-orang yang berkualitas taqwa lebih baik. Sebab sering bahwa ibadah dan dimensi agama bahkan kehidupan lainnya merasa dalam posisi zona aman.

Sering kita merasa kita sudah merasa sukses ketika kita sudah melaksanaan Shalat 5 waktu, bahkan sekarang ada gerakan shalat berjamaah. Kita  sudah merasa tuntas puasa Ramadhan pada setiap tahun. Tetapi kalau dihitung tentu terjadi akumulasi. Tetapi apakah akumulasi ritual itu telah membawa perubahan kualitas  kita untuk lebih bertaqwa lagi.

Ciri orang bertaqwa :

  1. Orang yang menginfakkan sebagian hartanya di kala lapang maupun dikala sempit. Ketika kita mengeluarkan uang untuk kesenangan kita merasa bahwa itu sesuatu yang bermakna, lupa bahwa ketika berinfaq, bersodaqoh , berzakat itulah zaroh kita kepada Allah yang kelak akan menjadi tiket kita masuk ke surganya Allah.
  2. Menahan marah. Selain kesenangan, kebahagiaan dan energy positif, tapi juga kita sering diuji dengan stimulant-stimulan yang memancing amarah dan rasa marah. Ketika kemarahan itu berlebihan dan masuk kepada wilayah yang tidak semestinya, disitu sebenarnya kita diuji, apakah dengan puasa kita  yang setiap tahun kita tunaikan telah mampu me3njinakkan amarah dan potensi marah yang selalu hidup dalam diri kita. Kemarahan orang beragama harus berbeda dan jangan melebihi takaran. Dimensi Ruhani soal marah perlu kita tanamkan untuk bisa menjadikan diri kita mengendalikan dan menyalurkan rasa marah dengan baik dan proporsional. Disitulah letak kita menjadi orang yang bertaqwa. Pentingnya refleksi diri apakah kita bisa menaklukkan didi kita sebelum kita menjadi uswah khasanah bagi orang lain.
  1. Memberi maaf. Kita diberi pelajaran dari Muhammad S.A.W, yang menjadi suri tauladan. Dalam salah satu kisah  diceritakan, bahwa nabi selalu dicaci maki orang yang tidak suka. Tetapi Nabi selalu menyantuni orang-orang tersebut, yang membenci dan mencaci maki. Pelajaran dari kisah ini adalah bagaimana memberi maaf tanpa dimintai maaf. Kendala dalam hidup kita , jangankan kita meminta maaf, memberi maafpun susah, karena ego yang terlalu besar pada diri kita.

Surat Al Baqarah 177 diharapkan dengan memahami isinya akan menimbulkan perubahan yang luar biasa dalam perilaku kehidupan kita. Dalam kontek dakwah Muhammadiyah tentu harus menghidupkan nilai-nilai Ruhani yang bersifat ikhsan utk teraktualisasi dalam kehidupan. Sehingga diri kita akan merasa menjadi bartaqwa atau menjadi mubaliq , tidak terjerembab pada perasaan paling benar, pada perasaan paling bersih , pada perasaan paling suci.

Surat Al Nizam ayat 32 yang isinya : Engkau jangan sampai merasa paling bersih, karna Allah yang Maha tahu siapa-siapa yang paling bertaqwa. Jika orang-orang Muhammadiyah, lebih-lebih para Mubalgh yang menjadi corong dalam berdakwah termasuk para dosen yang menyampaikan ilmu, menyampaikan pesan, menyampaikan risalah kebenaran.

Maka kita harus mempunyai jiwa ikhsan tadi. Buah dari kita berpuasa  hasil dari taqwa. Itulah yang perlu kita reningkan di dalam memahami Idhul Fitri sebagai berbuka puasa, untuk menjadikan puasa sebagai instrument ibadah kita yang naik tingkat dari rukun Syariat menjadi Hakikat dan Makrifat, yang melahirkan perubahan ruhaniah kita yang harus setiap tahun kita akumulasikan. Muhammadiyah dana mal usaha kita, kita jadikan bulan syawal untuk berburu amal . Muhammadiyah  meningkatkan kualitas amal usaha dan dakwah agar memberi manfaat yang lebih baik. Semangat Syawal semangat yang menyangga kepentingan kita bersama baik dsaat suka maupun susah. Ketika kita berangkat bekrja dengan Bismillah dan pulang dengan mengucap Alhamdulillah, apapun yang kita hasilkan mempunyai dimensi Ruhaniah selain Insaniah dan Duniawiah. Ketiganya harus dipadukan  sehingga tidak ada dikotomi. Ciri Bertaqwa adalah kemampuan bermusahabah dalam kebaikan.

Kontributor:

Endang B. Sukeni (Pustkawan UAD Kampus 5)